Pages

Search In

Hasil penelusuran

Senin, 15 Juli 2013

Pergerakan Yang Harus Ada Dalam Diri Kita

20 Prinsip Pergerakan Kita

1. Islam adalah sistem menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan, Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.

2. Al Qur’an yang mulia dan sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf 1) (memaksakan diri) dan ta’asuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami sunnah yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya.

3. Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya kenikmatan yang ditanamkan Allah dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.

4. Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya merupakan sebuah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantera dari ayat Al Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah SAW.

5. Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bias diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istidadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya.

6. Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata -katanya, kecuali Al-Ma’shum (Rasulullah) SAW. Setiap yang datang dari kalangan salaf ra. dan sesuai dengan Kitab dan Sunnah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama untu duiikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang - oleh sebab sesuatu yang diperselisihkan dengannya - kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya.

7. Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika -bersamaan dengan mengikutinya ini - ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalildalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalil selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan, jika ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah.

8. Khilaf dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah agama, tidak menyebabkan permusuhan, dan tidak menyebabkan kebencian. Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Sementara itu tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.

9. Setiap masalah yang amal tidak dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu, adalah kegiatan yang dilarang syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al Qur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat, padahal masing -masing dari mereka memiliki keutamaan sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya. Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari pesoalan.

10. Ma’rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (Dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta’wil dan ta’thil, tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mencukupan diri dengannya. “ Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami’” (QS Ali Imran:7)

11. Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan sarana yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.

12. Perbedaan pendapat dalam masalah bid’ah idhafiyah 2), bid’ah tarkiyah 3), dan iltizam terhadap ibadah mutlaqah (yang tidak ditetapkan, baik cara maupn waktunya) adalah perbedaan dalam masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapatnya sendiri. Namun jika tidak mengapa jika dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti-bukti.

13. Cinta kepada orang-orang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya adalah bagian dari taqarub kepada Allah SWT. Sedangkan para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya:

“ Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa”

Karena pada mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu keyakinan bahwa mereka - semoga Allah meridhai mereka - tidak memiliki mudharat dan manfaat bagi dirinya - baik ketika masih hidup maupun setelah mati - apalagi bagi orang lain.

14. Ziarah kubur, kubur siapapun, adalah sunnah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi meminta pertolongan kepada penghuni kubur, siapapun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat, - baik dari dekat maupun dari kejauhan, bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan selain Allah, dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah bid’ah besar yang wajib diperangi. Jangan pula mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai perilaku itu, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.

15. Doa apabila diiringi dengan tawasul kepada Allah dengan dalah satu makhluk -Nya adalah perselisihan furu’ menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah aqidah.

16. Istilah - keliru - yang sudah mentradisi tidak akan mengubah hakekat hukum syar’inya. Akan tetapi ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu dan kita berpatokan dengannya. Disamping itu kita harus berhati-hati terhadap berbagai istilah menipu 6) yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada esensi (dibalik) suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.

17. Aqidah adalah pondasi segala aktivitas (aktivitas hati lebih penting dari ativitas fisik). Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntunan syari’at, meskipun kadar tuntunan masing - masingnya berbeda.

18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus, serta menyambut hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat dan manfaat.

“ Hikmah adalah barang hilang milik orang mukmin. Barangsiapa mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya”

19. Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayah masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu beririsan) dalam masalah yang qath’i (absolut/mutlak). Hakekat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas). Sesuatu yang zhanniy (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang qath’i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanniy, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya atau gugur sama sekali.

20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata -kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama, mendustakan Al Qur’an secara terang - terangan, menafsirkannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.


Sepuluh Hal yang Harus Ada Pada Sebuah Pergerakan

Pertama

AL-FAHM : Wahai saudaraku yang tulus, yang saya maksud dengan fahm (pemahaman) adalah engkau yakin bahwa ‘fikrah kita adalah fikrah Islamiyah yang bersih’. Hendaknya engkau memahami Islam sebagaimana kami memahaminya dalam batas-batas ushulul ‘isyirin (20 prinsip pergerakan)

Kedua

IKHLAS: Yang kami kehendaki dengan sikap ikhlas adalah bahwa akhul muslim dalam setiap kata, aktivitas dan jihadnya harus dimaksudkan semata-mata untuk mencari ridha dan pahala -Nya tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan, atau keterbelakangan. Dengan itulah ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi pribadi.

“Katakanlah, ’Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah karena Allah Tuhan Semesta Alam. Tidak ada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan.” (QS Al An’am:162 -163)

Dengan begitu pahamlah akhul muslim mekna slogan abadinya: “Allah tujuan kami, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah”

Ketiga

AMAL: Yang saya maksud dengan amal (aktivitas) adalah buah dari ilmu dan keikhlasan.

“Katakanlah, ’Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah amu kerjakan.”(QS At Taubah:105).

Tingkatan amal yang dituntut:

  • Perbaikan diri sendiri

  • Pembentukan keluarga muslim

  • Pembimbingan masyarakat

  •  Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing (non-Islam) baik secara politik, ekonomi, maupun moral

  • Perbaikan keadaan pemerintah sehingga menjadi pemerintahan Islam yang baik

  •  Usaha persiapan seluruh aset negeri di dunia untuk kemaslahatan Islam

  • Penegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seluruh negeri.

Keempat

JIHAD: Yang saya maksud dengan jihad adalah sebuah kewajiban yang hukumnya tetap hingga hari kiamat.

“ Barangsiapa mati, sedangkan ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah “ (Al Hadits)

Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah berperang dijalan Allah. Diantara keduanya terdapat jihad dengan pena, tangan, dan lisan berupa kata -kata yang benar dihadapan penguasa yang zhalim.. Tidaklah dakwah menjadi hidup kecuali dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah dengan keluasan bentangan ufuknya adalah penentu bagi sejauh mana keagungan jihad dijalan-Nya dan sejauh mana pula harga yang harus ditebus untuk mendukungnya. Keagungan pahala yang diberikan kepada mujahid.

“ Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad ” (QS Al Hajj: 78)

Dengan demikian engkau telah mengerti slogan abadimu: Jihad adalah jalan kami

Kelima

PENGORBANAN: Yang saya maksud dengan tadhhiyah (pengorbanan) adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai oleh seseorang untuk meraih tujuan. Tidak ada perjuangan didunia ini kecuali harus disertai dengan tadhiyah. Demi fikroh kita, janganlah engkau mempersempit pengorbanan, karena sungguh ia memiliki balasan yang agung dan pahala yang indah. Barangsiapa yang bersantai-santai saja ketika bersama kami maka ia berdosa.

“ Sesungguhnya Allah telah membeli dari dari kaum mukmin, diri dan harta mereka” (At Taubah:111)

“ Jika engkau semua taat, niscaya Allah akan memberimu balasan yang baik” Dengan demikian engkau telah mengetahui makna slogan abadimu: “Gugur dijalan Allah adalah setingi –tinggi cita-cita kami”

Keenam

TAAT: Yang saya maksudkan dengan taat adalah menunaikan perintah dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, saat bersemangat maupun malas. Hal demikian karena tahapan dakwah ada tiga:

  • Ta’rif: ketaatan yang tanpa reserve tidaklah dituntut, bahkan tidak lazim. Seiring dengan kadar penghormatannya kepada sistem den prinsip jamaah.

  • Takwin: tahapan khusus hanya dengan kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang lama masanya dan berat tantangannya. Slogan utama dalam persiapan ini: “totalitas ketaatan”

  • Tanfidz: Sikap menerima dengan kesetiaan kepada bai’at ini. Tunaikan tanggung jawab yang telah dipikulkan kepadamu dan siapkan dirimu untuk setia kepadanya.

Ketujuh

TSABAT: Yang saya maksud dengan tsabat (teguh pendirian) adalah bahwa seorang akh hendaknya sentiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang menghantarkan kepada tujuan, betapapun jauh jangkauannya, dan lama masanya hingga bertemu Allah dalam keadaan yang tetap demikian. Dengan demikian ia telah berhasil mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu menang atau syahid di jalan-Nya. “Sebagian dari orang-orang yang beriman ada orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah janjinya” (QS Al Ahzab:23)

Kedelepan

TAJARRUD:Yang saya maksud dengan tajjarud (totalitas) adalah bahwa engkau harus membersihkan pola pikir dari prinsip nilai dan pengaruh individu yang lain, karena ia adalah setinggitinggi dan selengkap-lengkap fikrah.

“(Itulah) celupan Allah. Celupan siapakah yang lebih baik daripada celupan Allah” (QS Al Baqarah:138)

Manusia, dalam pandangan akh yang tulus, adalah salah satu dari enam golongan, yakni muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi / mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang dilindungi), atau muharib (orang kafir yang memerangi). Masing-masing dari mereka memiliki hukum sendiri dalam timbangan Islam. Dalam batas inilah individu atau lembaga ditimbang, berhak-ah ia mendapat loyalitas atau sebaliknya: Permusuhan.




Kesembilan

UKHUWWAH: Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan nurani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh dan semulia-mulianya ikatan. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan sedangkan perpecahan adalah saudaranya kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Standar minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan standar maksimalnya adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri). Akh yang tulus melihat saudara-saudara lainnya lebih utama daripada diri sendiri, karena jika tidak bersama mereka, ia tidak dapat bersama yang lain. Sementara mereka, jika tidak dengan dirinya, dapat bersama dengan orang lain. Sesungguhnya serigala hanya memakan domba yang terlepas secara sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuang bangunan, yang satu mengokohkan yang lainnya. “Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan,  sebagian mereka mejadi pelindung bagi lainnya (QS At Taubah:71)

Kesepuluh

TSIQOH: Yang saya maksud dengan tsiqoh (kepercayaan) adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan. Pemimpin adalah unsur penting dalam dakwah; tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan – yang timbal balik – antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauh mana kekuatan sistem jama’ah, ketahanan khithah-nya, keberhasilannya mewujudkan tujuan, dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan. Kepemimpinan – dalam dakwah ikhwan – menduduki posisi guru dalam hal fungsi kepengajaran; posisi syaikh dalam aspek kependidikan ruhani; dan posisi pemimpin dalam aspek penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah. Dakwah kami menghimpun pengertian ini secara keseluruhan, dan tsiqah kepada pemimpin adalah segala-galanya bagi keberhasilan dakwah.

0 komentar:

cari artikel lain ?

Arsip Blog

"Semoga betah berada di blog yang sangat tidak sempurna ini ya teman .. dan terima kasih karena telah menyempatkan waktunya untuk berkunjung di blog ini .. "