Sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Arab “syajarah” artinya “pohon kehidupan”.
Ada beberapa nama lain: histore (Prancis), geschicte (Jerman), historie atau geschiederis (Belanda) dan History (Inggris) dan tarikh (bhs.arab) yang berarti ketentuan masa.
Kata history sendiri lebih popular untuk menyebut sejarah, berasal dari bahasa Yunani (Istoria) yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis.
makna sejarah mempunyai dua konsep:
konsep sejarah yang memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau.
sejarah menunjukan maknanya yang subjektif, sebab masa lampau tersebut telah menjadi sebuah kisah atau cerita.
Sejarah menurut istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Oleh karena itu sejarah adalah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang di abadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas, dan pokok dari persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalaman-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat.
Sayid Quthub mengatakan: “Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa saja, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme waktu dan tempat.
A. Karakteristik sejarah
- Pertama : sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadian kejadian, peristiwa peristiwa dan keadaan manusia dalam masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan masa kini.
- Kedua : sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang di peroleh melalui penyelidikan dan analisis atau peristiwa-peristiwa masa lampau.
- Ketiga : sejarah sebagai falsafah yang di dasarkan kepada pengetahuan tentang perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan ilmu tentang proses suatu masyarakat.
B. Kegunaan sejarah
Sejarah mempunyai arti penting dalam kehidupan,
begitu juga sejarah mempunyai beberapa kegunaan, antara lain :
- Untuk kelestarian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu bagi kelangsungan hidup.
- sejarah berguna sebagi pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih khusus demi kelangsungan hidup.
- sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
II. PENGERTIAN PERADABAN DAN KEBUDAYAAN.
- Dalam bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan.
- Dalam bahasa Arab, dibedakan antara kata tsaqafah (kebudayaan), kata hadlarah (Peradaban).
- Dalam bahasa Indonesia, kata peradaban sering diartikan sama dengan kebudayaan.
* Kebudayaan adalah bentuk ungkapan
tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau
kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi dan moral,
maka peradaban terrefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
* Peradaban memiliki berbgai arti dan Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari
istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap
manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai
"seni, adat istiadat, kebiasaan ... kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan
kebiasaan dalam tradisi
yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat". Namun, dalam definisi yang
paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan
kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya
lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan
budaya.
Dalam sebuah pemahaman
lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah "peradaban"
dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana
rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau
"biadab" budaya, konsep dari "peradaban" digunakan sebagai
sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok
tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan
pemikiran, tata krama, atau rasa". masyarakat yang mempraktikkan pertanian
secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk
membentuk kota-kota.
"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk
pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban
manusia atau peradaban global). Istilah
peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak
akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi,
dan IPTEK.
Peradaban juga dapat diartikan menjadi dua cara :
- Proses menjadi ber-keadaban.
- Suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling
tidak mempunyai tiga wujud.
- Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.
- Wujud Kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
- Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.
Sejarah peradaban islam dapat diartikan sebagai
perkembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya.
Selain itu, pengertian Sejarah Peradaban Islam
dapat dikemukakan dalam 3 hal (bentuk) :
- Kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu suatu periode kekuasaan islam, mulai dari periode Nabi Muhammad saw., sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang.
- Hasil-hasil yang dicapai oleh umat islam dalam lapangan kesusastraan, ilmu pengetahuan, dan kesenian.
- Kemajuan politik atau kekuasaan islam yang berperan melindungi pandangan hidup islam terutama dalam hubungannya dengan wadah- wadah penggunaan bahasa dan kebiasaan hidup bermasyarakat
- Obyek peradaban yang di maksud disini yakni peradaban Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yang telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju, dan cepat mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.
- kedatangan Islam mempunyai makna kemanusiaan yang tinggi, cita-cita dan semangat Islam adalah peneguhan kemanusiaan, memperteguh kesetiaan manusia terhadap tugas dan kewajibannya sebagai wakil Allah di muka bumi.
- Menurut H.A.R. Gibb, bahwa Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna. Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
III. TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI (SKI)
A. Tujuan mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam
diantaranya adalah:
1. Untuk mendapatkan informasi dan pemahaman mengenai asal-usul khazanah budaya dan kekayaan di bidang lainnya yang pernah diraih oleh umat islam di masa lampau dan mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kejadian tersebut.
2. Untuk membentuk watak dan kepribadian umat. Sebab, dengan mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam generasi muda akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu tokoh atau generasi terdahulu.
3. Agar siswa dapat memilah dan memilih mana aspek sejarah yang perlu dikembangkan dan mana yang tidak perlu. Mengambil pelajaran yang baik dari suatu umat dan meninggalkan hal-hal yang tidak baik.
4. Agar siswa mampu berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lalu yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan perkembangan, perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya Islam di masa yang akan datang.
1. Untuk mendapatkan informasi dan pemahaman mengenai asal-usul khazanah budaya dan kekayaan di bidang lainnya yang pernah diraih oleh umat islam di masa lampau dan mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kejadian tersebut.
2. Untuk membentuk watak dan kepribadian umat. Sebab, dengan mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam generasi muda akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu tokoh atau generasi terdahulu.
3. Agar siswa dapat memilah dan memilih mana aspek sejarah yang perlu dikembangkan dan mana yang tidak perlu. Mengambil pelajaran yang baik dari suatu umat dan meninggalkan hal-hal yang tidak baik.
4. Agar siswa mampu berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lalu yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan perkembangan, perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya Islam di masa yang akan datang.
B. Manfaat mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam diantaranya
adalah:
1. Merasa bangga dan mencintai kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum Muslimin masa lalu.
2. Berpartisipasi memelihara peninggalan-penbinggalan masa lalu dengan cara mempelajari dan mengambil manfaat dari peninggalan-peninggalan tersebut.
3. Meneladani perilaku yang baik dari tokoh-tokoh terdahulu.
4. Mengambil pelajaran dari berbagai keberhasilan dan kegagalan masa lalu.
5. Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat terdahilu.
1. Merasa bangga dan mencintai kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum Muslimin masa lalu.
2. Berpartisipasi memelihara peninggalan-penbinggalan masa lalu dengan cara mempelajari dan mengambil manfaat dari peninggalan-peninggalan tersebut.
3. Meneladani perilaku yang baik dari tokoh-tokoh terdahulu.
4. Mengambil pelajaran dari berbagai keberhasilan dan kegagalan masa lalu.
5. Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat terdahilu.
IV. PERIODISASI
SEJARAH PERADABAN ISLAM
·
Pengertian & Fungsi Periodisasi Sejarah
·
Ciri-ciri Babakan Sejarah
·
Pembagian Periodisasi Sejarah Peradaban Islam
Periodisasi adalah Pembabakan waktu yang dipergunakan
untuk berbagai peristiwa. Kompleksnya peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
manusia pada setiap masa memerlukan suatu pengklasifikasian berdasarkan bentuk
serta jenis peristiwa tersebut. Peristiwa-peristiwa yang telah diklasifikasikan
itu disusun secara kronologis berdasarkan urutan waktu kejadiannya.
Periodisasi
digunakan
untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah kehidupan manusia.
Periodisasi yang dibuat oleh banyak peneliti berakibat adanya perbedaan-perbedaan
pandangan sehingga periodisasi sejarah bersifat subjektif yang dipengaruhi
subjek permasalahan serta pribadi penelitinya.
V. PERIODISASI
SEJARAH PERADABAN ISLAM
1. KLASIK ( 600
– 1258 M)
2. PERTENGAHAN
(smp akhir Abad 17 M)
3. MODERN (
Abad 18 M s/d Sekarang)
1. Periode
Klasik
- Berlangsung sejak Abad ke – 7 s/d 12 M)
- 3 Fase :
1.
Penciptaan Komunitas Islami di Arabia
2.
Penaklukan Timur Tengah olh Muslimin
3.
Nilai Islam merubah Mayoritas timurTengah
- Ciri : Perpaduan Peradaban Islam dg TimurTengah, pola ekonomi dan monoteistik.
2. Periode
Pertengahan
Ø Berlangsung dari Abad 13 – 19 M
Ø Ciri : Era Penyebaran Global Masyarakat Islam, Islam
menjadi agama masyarakat Asia Tengah, Cina, India, Asia Tenggara, Afrika dan
Balkan.
Ø Interaksi Nilai-nilai Islam dg Nilai-nilai
Masyarakat setempat.
3. Periode
Modern
Berlansung dari
abad ke – 18 s/d 20 M
Ciri :
Modernisasi & Transformasi Masy. Muslim
Kehancuran
Imperium Islam, Kemunduran ekonomi, konflik internal keagamaan.
Kebangkitan
Peradaban dan Ekonomi Eropa serta dominasi culturnya.
VI. KONDISI
MASYARAKAT ARAB SEBELUM KEDATANGAN ISLAM
A. Masyarakat Mekkah Sebelum Islam
Datang
Bangsa Arab pada umumnya berwatak
berani, keras, dan bebas. Mereka telah lama mengenal agama. Nenek moyang mereka
pada mulanya memeluk agama Nabi Ibrahim. Akan tetapi, akhirnya ajaran itu
pudar. Untuk menampilkan keberadaan Tuhan mereka membuat patung berhala dari
batu, yang menurut perasaan mereka patung itu dapat dijadikan sarana untuk
berhubungan dengan Tuhan. Kebudayaan mereka yang paling menonjol adalahbidang
sastra bahasa Arab, khususnya syair Arab. Perekonomian penduduk negeri Mekah
umumnya baik karena mereka menguasai jalur darat di seluruh Jazirah Arab.
B. Keberagaman
Masyarakat Mekah sebelum Islam Datang
Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut berbagai
macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup. Ketika agama
Islam datang, agama baru ini pun membawa pembaruan di bidang akhlak, hukum, dan
peraturan-peraturan tentang hidup. Dengan demikian, bertemulah agama Islam
dengan agama-agama jahiliah atau peraturan-peraturan Islam dengan peraturan-peraturan
bangsa Arab sebelum Islam. Kemudian, kedua paham dan kepercayaan itu saling
berbenturan dan bertarung dalam waktu yang lama.
Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi
kehidupan beragama pada suatu bangsa. Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik
ilmiah yang menunjukkan bahwa Jazirah Arab dahulunya subur dan rnakmur. Karena
faktor alam itu pula boleh jadi rasa keagamaan telah timbul pada bangsa Arab
semenjak lama. Semangat keagamaan yang amat kuat pada bangsa Arab itulah yang menjadi
dorongan mereka untuk melawan dan memerangi agama Islam di saat Islam datang.
Mereka memerangi agama Islam karena mereka amat kuat berpegang dengan agama
mereka yang lama yaitu kepercayaan yang telah mendarah daging pada jiwa mereka.
Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama, tentu mereka membiarkan agama
Islam berkembang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Agama Islam mereka
perangi mati-matian sampai mereka kalah.
Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama
atau tidak, terhadap agamanya mereka sangat bersemangat. Agama itu disiarkan
serta dibela dengan sekuat tenaganya. Semangat beragama mereka umumnya bersifat
kulitnya saja. Adapun ibadah dan praktik-praktik keagamaan jeering ditinggalkan
oleh Arab Badui. Watak mereka yang amat mencintai hidup bebas dari keterikatan
menjadi sebab mereka Kingin bebas dari aturan agama. Mereka sudah lama merasa
bosan dan kesal terhadap agamanya karena dianggap sebagai pengikat
kemerdekaannya sehingga selalu menyelewengkan agama mereka sendiri. Ada di antara
mereka yang menyembah pohon-pohon kayu. Ada yang menyembah bintang-bintang,
batu-batuan, binatang-binatang, bahkan menyembah raja-raja. Cara ini mereka
lakukan karena mereka merasa sukar mempercayai Tuhan yang abstrak, sehingga
akhirnya mereka menjadikan sesuatu benda yang dianggapnya sebagai Tuhan
bayangan.
Mengenai kepercayaan keaga-maan, bangsa Arab merupakan
salah satu dari bangsa-bangsa yang telah mendapat petunjuk. Mereka dahulu telah
mengikuti agama Nabi Ibrahim. Karena terputus dengan nabi sebagai juru
penerang, meraka lantas kembali lagi menyembah berhala. Berhala-berhala mereka
terbuat dari batu dan ditegakkan di Kakbah. Dengan demikian agama Nabi Ibrahim
bercampur aduk dengan kepercayaan keberhalaan. Kemudian keyakinan terhadap Nabi
Ibrahim itu telah benar-benar kalah dengan kepercayaan keberhalaan.
Ibnu Kalbi menyatakan bahwa yang menye-babkan bangsa Arab
menyembah batu atau berhala adalah karena siapa saja yang meninggalkan kota
Mekah selalu membawa sebuah batu. Diambilnya dari batu-batu yang ada di tanah
haram Kakbah. Jika telah berbuat demikian, mereka telah merasa dirinya
terhormat dan cinta terhadap kota Mekah. Selanjutnya, di mana-mana mereka
berhenti atau menetap, diletakkannya batu itu, dan mereka tawaf (mengelilingi)
batu itu, seolah-olah mereka telah mengelilingi Kakbah. Sesungguhnya mereka
masih tetap memuliakan Kakbah dan kota Mekah, serta masih mengerjakan haji dan
umrah, tetapi mereka tetap saja menyembah apa yang mereka sukai.
Berhala-berhala yang ada di negeri mereka dahulunya adalah batu yang dibawa
dari Kakbah ; (Mekah), yang kemudian mereka muliakan. Mereka juga mendirikan
rumah-rumah untuk smenempatkan batu berhalanya, sementara itu Kakbah masih
tetap mempunyai kedudukan lyang tinggi dan mulia. Di antara berhala-berhala itu
ada yang mereka pindahkan ke Kakbah, fyang akhirnya Kakbah dipenuhi dengan
berhala-berhala. Mereka tidak lupa akan kedudukan I Kakbah yang mulia sehingga
mereka tidak mau meletakkan batu-batu berhala itu di tempat yang lain, kecuali
dekat dengan Kakbah. Mereka juga tidak mau naik haji, kecuali hanya ke Mekah.
Nama-nama berhala yang mereka sembah antara lain Hubal
yakni berhala yang terbuat dari batu akik berwarna merah dan berbentuk manusia.
Hubal, dewa mereka yang terbesar I diletakkan di Kakbah, kemudian Al Lata,
berhala yang paling tua, berhala Al Uzza, serta Manah. Mereka mengakui berhala
tersebut sebagai Tuhan mereka dan memujanya karena dianggapnya hebat. Mereka
menyembah berhala-berhala itu sebagai perantara kepada Tuhan. Jadi pad
hakikatnya, bukanlah berhala-berhala itu yang mereka sembah, tetapi sesuatu
yang hebat di balik berhala-berhala itu. Untuk mendekatkan diri kepada dewa
atau Tuhan-Tuhan itu, merek rela berkorban dengan menyajikan binatang ternak.
Bahkan pernah pada suatu ketika mereka mempersembahkan manusia sebagai korban
kepada dewa-dewa dan Tuhan mereka. Kepadal berhala-berhala itu, mereka
mengadukan nasibnya, persoalan, atau problem hidupnya serta] meminta pendapat
atau memohon restunya jika akan mengerjakan sesuatu yang penting.
C.
Kebudayaan Masyarakat Mekah sebelum Islam Datang
Negeri Yaman adalah tempat tumbuh kebudayaan yang amat penting yang pernah
berkembang di Jazirah Arab sebelum Islam datang. Bangsa Arab termasuk bangsa
yang memilikij rasa seni yang tinggi. Salah satu buktinya ialah bahwa seni
bahasa Arab (syair) merupakan suatul seni yang paling indah yang amat dihargai
dan dimuliakan oleh bangsa tersebut. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi
penyair-penyair untuk mendengarkan syair-syairnya. Ada bebe-rapa pasar tempat
penyair-penyair berkumpul yaitu pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majaz. Di;
pasar-pasar itulah penyair-penyair memperdengarkan syairnya yang sudah
disiapkan untuk itu.
Seorang penyair mempunyai kedudukan yang amat tinggi dalam masyarakat Arab.
Bila pada suatu suku/kabilah muncul seorang penyair, maka berdatanganlah utusan
dari kabilah-kabilah lain untuk mengucapkan selamat kepada kabilah itu. Untuk
itu, kabilah tersebut mengadakan
perhelatan-perhelatan dan jamuan besar-besaran dengan menyembelih binatang ternak. Untuk
upacara ini, wanita-wanita cantik dari kabilah tersebut keluar untuk menari,
menyanyi, dan bermain menghibur para tamu. Upacara yang diadakan adalah untuk
menghormati sang penyair. Dengan demikian penyair dianggap mampu menegakkan
martabat suku atau kabilahnya. Salah satu dari pengaruh syair pada bangsa Arab
ialah bahwa syair itu dapat meninggikan derajat orang yang tadinya hina, atau
sebaliknya, dapat menghinakan orang yang tadinya mulia. Bilamana penyair memuji
orang yang tadinya hina, maka dengan mendadak orang hina itu menjadi mulia,
demikian pula sebaliknya. Jika penyair mencelal seseorang yang tadinya mulia,
orang tersebut mendadak menjadi orang yang hina. Sebagai contoh, ada seorang
yang bernama Abdul Uzza ibnu Amir. Dia adalah seorang yang mulanya hidupnya
melarat. Putri-putrinya banyak, akan tetapi tidak ada pemuda-pemuda yang mau
memperistrikan mereka. Kemudian dipuji-puji oleh Al Asya seorang penyair ulung.
Syair yangl berisi pujian itu tersiar ke mana-mana. Dengari demikian, menjadi masyhurlah
Abdul Uzza itu, dan akhirnya kehidupannya menjadi baik, dan berebutlah
pemuda-pemuda meminang putri-putrinya.
Mereka mengadakan perlombaan bersyair dan syair-syair yang terbagus
biasanya mereka gantungkan di dinding Kakbah tidak jauh dari patung-patung
pujaan mereka agar dinikmati banyak orang, Jika syairnya itu telah digantungkan
di dinding Kakbah, sudah pasti suku/kabilah tersebut naik pula martabat dan
kemuliaannya. Dengan demikian, potret seluruh kebudayaan bangsa Arab telah
tertuang dan tergambar di dalam karya syair-syair mereka.
D. Kondisi bangsa Arab sebelum Islam dalam Aspek: Sosial
Budaya, Agama, dan Ekonomi
a).
Aspek Sosial-Budaya bangsa Arab
Pra- Islam
Sebagian besar daerah Arab adalah
daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Sebagai
imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah
dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu
tempat. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan itu. Seperti
juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang
dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu
ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak
mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya
mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang
penuh.
Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka
terhadap kabilah di atas segalanya. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal
yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal
karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi
antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang
lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu.
Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan
Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak
kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai
kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua
itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.
Fakta di atas menunjukkan bahwa
pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar
tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa
Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak
mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas.
b). Agama bangsa Arab Pra-Islam
Paganisme, Yahudi, dan Kristen
adalah agama orang Arab pra-Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan
berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Agama pagan sudah
ada sejak masa sebelum Ibrahim. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala
itu: ṣanam, wathan, nuṣub, dan ḥubal. Orang-orang dari semua penjuru
jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara
ibadahnya sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan
tahun.
Yahudi dan Kristen dianut oleh para
imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang
pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di Yaman..
Salah satu corak beragama yang ada
sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah Ḥanīfīyah, yaitu sekelompok orang
yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu
penyembahan berhala-berhalam, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen,
tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di
sisi Allah adalah Ḥanīfīyah.
c).
Ekonomi bangsa Arab Pra-Islam
Sebagian
besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang
terkenal subur dan bahwa ia terletak di daerah strategis sebagai lalu lintas
perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah dunia dan jalur-jalur perdagangan
dunia, terutama jalur-jalur yang menghubungkan Timur Jauh dan India dengan
Timur Tengah melalui jalur darat yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah ke
Iran, Irak lalu ke laut tengah, sedangkan melalui jalur laut yaitu dengan jalur
Melayu dan sekitar India ke teluk Arab atau sekitar Jazirah ke laut merah atau
Yaman yang berakhir di Syam atau Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan
andalan bagi kehidupan perekonomian bagi mayoritas negara-negara di
daerah-daerah ini.
Perekonomian orang Arab pra-Islam
yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian.
Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah
mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri
tetangga.
Kesimpulan
Dalam
penulisan makalah ini, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
· Masa sebelum kedatangan Islam dikenal
dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu
kemunduran dalam kehidupan beragama.
· Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah
menganut berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan
hidup.
· Negeri Yaman adalah tempat tumbuh
kebudayaan yang amat penting yang pernah berkembang di Jazirah Arab sebelum
Islam datang.
·Perekonomian orang Arab pra-Islam
yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian.
Saran
Mempelajari Sejarah-sejarah Islam amatlah penting, terutama
bagi pelajar-pelajar agama islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan
mempelajari Sejarah-sejarah Islam kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan
kemunduran islam. Sebagai umat islam, hendaknya kita mengetahui sejarah
tersebut guna menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan
sejarah tersebut.
VII. SEJARAH
DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
1. Masyarakat
Arab Jahiliyah Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian
adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau masyarakat yang masih berada dalam
kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah
menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul
terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau
agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan
di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang
termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu
ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang
yang dilakukan kaum Sabi’in.
2. Pengangkatan
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul
Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M)
tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia
40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara
kota Mekah.
Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau
rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu
yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat
Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.
Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu
pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi
perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada
umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada
di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610-622 M), secara berangsur-angsur
telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang
meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah dinamakan
Surah Makkiyyah.
3. Ajaran Islam
Periode Mekah
Ajaran Islam
periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah
sebagai berikut:
a. Keesaan
Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
VIII. STRATEGI
DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah
adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama,
moral dan hokum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi
Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah
Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai
berikut:
1. Dakwah
secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini,
Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan
rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai
orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah:
Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari
kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal
serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar
Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah
SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar
Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan
dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞ Abdul
Amar dari Bani Zuhrah
۞ Abu
Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞ Utsman
bin Affan
۞ Zubair
bin Awam
۞ Sa’ad
bin Abu Waqqas
۞ Thalhah
bin Ubaidillah.
Orang-orang
yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah
disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi
awal).
2. Dakwah
secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak
tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah
Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut
berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216.
Tahap-tahap
dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
- Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
- Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini
juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu:
Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin
Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin
Khattab (581-644 M).
Rasulullah SAW
menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah
mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:
۞ Abu Zar
Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞ Tufail
bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞ Dakwah
Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama tahun 620
M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang
kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun
berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan
kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah
SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan
menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut
merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan
membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan
para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum
Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr. A.
Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab
kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
- Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
- Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
- Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
- Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha
kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
۞ Para
budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais
an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para
pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
۞ Kaum
kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara
mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan
melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir
Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir
Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk
ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah
(Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan.
Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali
ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya
salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka
meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya
kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu
Thalib.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu
Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu
istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya
Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).
IX. EJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW
PERIODE MADINAH
1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan
Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus
diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan
yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri
kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan,
ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan
beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam
agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh
Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni
622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari
Mekah (negeri kafir) ke Yastrib (negeri Islam) adalah:
- Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
- Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya,
pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan
Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui,
(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.”
(Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah.
Dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah
sosial kemasyarakatan.
Mengenai
objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah
masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota
Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah
SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh
umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
(Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107).
Dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai
dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang
tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang
lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka
bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi
Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah
ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para
sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang
tidak dapat dihindarkan lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan
Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj,
22:39).
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang
yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S.
Al-Baqarah, 2:190).
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan
penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi bertujuan untuk:
- Membela diri, kehormatan, dan harta.
- Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah
Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar yang merdeka
dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia,
tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas
dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan
bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan
agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW
dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat
Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang
Mut’ah
Peperangan
Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan
menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan
gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang
tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih
komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama
dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau
seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh
Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam
Islam.
Hal
ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu,
secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang
Tabuk
Melihat
kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria,
yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani
Ghassan dan Bani Lachmides.
Untuk
menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri
siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula.
Melihat besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke
dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti
Rasulullah SAW.
Peperangan
lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang
Badar
Perang
Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari
serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang
dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara
muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana
yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang.
Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad
SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy,
dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang
gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT
(Q.S. 3: 123).
Artinya:
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah
(ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang
Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang
tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan
Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara
itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing.
Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari
orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki
kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak
lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku
Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat
kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah
perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke
Suriah.
Bagi
kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan
berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat
menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200
pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka
memakai baju besi.
Nabi
Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu)
orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik
dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar
perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun
demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan.
Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan
bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam
dapat memukul mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang
dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam.
Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih
kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan
yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan
gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah
diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan
kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid
berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya
sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak
mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan
Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang
Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan
Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani
Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn
Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan
suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang
Khandaq
Perang
yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah
melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu
dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang
Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan
gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat
Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di
bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai
Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara
sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan
perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat
masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi
terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang
Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun
akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan
mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara
itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan
menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga
mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing
tanpa suatu hasil.
Para
pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya:
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat
lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah)
yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan
Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh
dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-Ahzâb: 25-26)
Pada
tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk
mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400
orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang
dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa
senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum
tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer
dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah
dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya
diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara
lain:
1.
Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk
Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2.
Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin
walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3.
Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung
degan mereka
4.
Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau
dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5.
Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke
Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
- Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut
dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah
lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
- Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
- Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Kaum
kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan
kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab,
termasuk suku-suku bagsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri
kepada Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah yang berada di bawah
perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan
selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada
Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat
pengaduan seperti itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala tentaranya berangkat
menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang
zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari
Bani Khuza’ah.
Rasulullah
SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah tentu akan
menelan banyak korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya
berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat
sendiri, kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
Taktik
Rasulullah SAW seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin
Quraisy yaitu Abbas (paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan
Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah
SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan
masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala tentaranya
dapat memasuki kota Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para
penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada
tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan
setelah itu kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam,
menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala
tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan
berhala-berhala itu.
Kaum
Muslimin masih menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum
kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani
Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik
bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang
telah menghancurkan behala-berhla yang mereka sembah.
Perang
Hunain
Mendengar
berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan
kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini
dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani
Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan
umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya:
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah
Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah
Arab agar memeluk agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan
surat dakwah Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi
surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti:
a.
Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat
persetujuan dari para pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu
dibalasnya dengan tutur kata sopan, di samping mengirimkan hadiah untuk
Rasulullah SAW.
b.
Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang
bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan
untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW
dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan
pakaian-pakaian.
c.
Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong.
Karena kesombongannya surat dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya.
Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam Selasa
tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijriah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW
ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri
Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan
pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiophi), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain),
Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Di
antara. Penguasa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah SAW,
hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan
mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.
A. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW
PERIODE MADINAH
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1.
Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan
ajarannya.
2.
Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah
An-Nahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah
itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah
SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya,
selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi
dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah
masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga
terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan
masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah
SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya
Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah
(20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada
setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan
para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara
gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan
kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin
Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa
Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
- Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
- Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
- Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
- Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
- Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk
Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW
penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a.
dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar,
sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar
setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar
menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali
bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
- Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
- Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
- Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
- Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin
dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW,
dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti
tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin
hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling
menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan
kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang
diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha
sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya,
Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin
Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal
dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi
yang beratap yang disebut Suffa dan
mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni
Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar
secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus
Suffa itu anatara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang
anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
c. Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam
dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah,
penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani
Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk
Islam.
Piagam
ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk
akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan
lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh
kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin,
bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah
berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah
serta membayar cukai.
Piagam
ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan
Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang
adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk
Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara
lain:
1)
Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan
kepada orang yang mematuhi peraturan
2)
Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3)
Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu
dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh
penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4)
Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi,
dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan
ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang
kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas
sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang
nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah
meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui
musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh
rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari
tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
0 komentar:
Posting Komentar